Indikasi Penyakit

Nama: Acute Hepatopancreatic Necrosis Disesase (AHPND), sering dikaitkan atau disamakan juga dengan Early Mortality Syndrome (EMS).

Tanda-tanda klinis: udang yang mengalami penyakit AHPND menunjukkan kosongnya saluran pencernaan dan hepatopankreas berwarna pucat dan mengecil, kulit menjadi lunak, dan bintik hitam pada hepatopankreas. Kematian dapat terjadi pada hari ke-10 setelah tebar dan udang yang lemas tenggelam didasar kolam.

Metode diagnosa: tanda-tanda ini mungkin mirip dengan penyakit lain, maka diperlukan konfirmasi dengan melakukan uji histopatologi hepatopankreas atau dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR).

Sumber : Dr. Loc Tran
Contoh udang yang telah terkena AHPND

Patogen

Nama: disebabkan oleh Vibrio parahaemolyticus strain unik VPAHPND. Pada penelitian lain menyebutkan bahwa dapat disebabkan juga oleh Vibrio harveyi.

Tipe patogen: bakteri gram negatif

Sinonim: tidak ada data

Karakter: plasmid virus ini mengandung dua gen yang memproduksi toksin yang jika hadir bersamaan menyebabkan AHPND yaitu Pir A dan Pir B. Toksin mirip dengan yang dihasilkan oleh Photorhabdus spp. (bakteri Enterobacteriaceae gram negatif). Bakteri Vibrio dapat membelah diri tiap 10-20 menit sehingga dapat merubah dinamika ekosistem kolam budidaya dengan cepat. Vibrio harveyi yang memiliki plasmid yang membawa gen toksin mirip Pir-AB.

Dampak Patogen

Toksisitas: dapat menyebabkan mortalitas (kematian) 100% pada fase post-larva (PL) pada hari ke-35 budidaya. Infeksi penyakit dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain seperti WSSV dan EHP.

Faktor pre-disposing: penyakit ini dapat turut dipicu oleh tingginya konsentrasi materi organik yang berasal dari pakan, pupuk dan molase; suhu tinggi; salinitas tinggi; pH tinggi; rendahnya keragaman plankton di kolam; dan suhu rendah sekitar 20°C selama 48 jam dapat memicu terjadinya infeksi.

Transmisi: dapat terjadi secara horizontal dari kanibalisme dan vertikal dari indukan. Setelah itu bakteri akan masuk ke organ pencernaan berkolonisasi dan menginfeksi lambung terlebih dahulu dan kemudian menuju hepatopankreas.

Epidemiologi: dilaporkan pertama kali terjadi di Tiongkok pada 2009 yang awalnya dinamakan covert mortality disease. Kemudian dilaporkan terjadi di Vietnam, Malaysia, Thailand, Mexico, dan Filipina. Belum ada laporan bahwa AHPND terjadi di wilayah Indonesia.

Inang atau vektor: organisme air seperti kepiting, ikan, plankton, maupun burung berpotensi membawa sumber penyakit tetapi perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Bakteri ini dapat terbawa oleh zooplankton karena V. parahaemolyticus dapat menempel pada kitin (salah satu zat penyusun karapas udang). Polychaeta (kelas cacing) juga berpotensi menjadi agen pembawa patogen.

Dosis infeksi: bakteri Vibrio dengan jumlah populasi > 1 x 10³ CFU/ml berpotensi menyebabkan penyakit ini.

Periode inkubasi: belum ada data.

Stabilitas Dan Viabilitas

Kerentanan terhadap obat: tidak ada data, namun penggunaan antibiotik dihindari untuk menghindari resistensi udang terhadap antibiotik. Vibrio yang dihasilkan dari adanya biofilm di dasar kolam dapat bertahan meskipun diberi perlakuan antibiotik (Chloramphenicol dan Tetracycline).

Kerentanan terhadap desinfektan/probiotik: tidak ada data.

Inaktivasi fisik: dibekukan pada suhu -18°C sampai -24°C atau dipanaskan pada suhu 55°C selama 5 menit atau pada suhu 80°C selama 1 menit. Dapat juga diinaktivasi pada pH 5 selama 15 menit.

Penanganan

Peringatan dini: melakukan sampling lengkap secara rutin untuk memeriksa kesehatan udang dan terbebas dari Vibrio, udang yang lemas dan berubah perilakunya dapat menjadi peringatan dini potensi terserang penyakit, adanya perubahan warna, adanya tanda kulit/karapas yang mengelupas bukan karena siklus molting.

Pencegahan: treatmen air sebelum masuk kolam budidaya, penggunaan benur SPF, manajemen budidaya yang baik dengan menjaga kualitas air tetap stabil tidak terjadi perubahan secara mendadak, mengurangi ukuran kolam untuk mempermudah pengelolaan, menambah aerasi untuk meningkatkan kapasitas energi.

Pengobatan: belum ada data.

Eradikasi: udang yang positif AHPND didesinfeksi menggunakan kaporit 100 ppm selama 3-7 hari kemudian dikubur; dasar tambak dibersihkan dari sisa-sisa molting udang, pakan, dan lumpur lalu didesinfeksi menggunakan kaporit 100 ppm dan pengeringan minimal 15 hari; desinfeksi peralatan tambak (kincir, anco, dll) dengan kaporit 100 ppm; serta saluran inlet dan outlet dikeringkan kemudian diberi kapur tohor 2 ton/hektar. Sebelum kolam digunakan kembali dilakukan pemeriksaan ulang pada dasar dan dinding serta sumber air dipastikan bebas AHPND.

Regulasi Dan Informasi Lain

Persebaran penyakit AHPND terjadi lewat transportasi udang hidup yang terjangkit penyakit kemudian dibawa ke tempat lain. Contoh kasusnya adalah menyebarnya AHPND dari Asia ke Meksiko. Kasus lain adalah hewan hidup yang biasa digunakan sebagai pakan udang dapat membawa sumber penyakit AHPND. Contoh kasusnya adalah penyebaran AHPND melalui polychaeta dari Tiongkok ke Thailand.

Udang yang terjangkit bakteri Vibrio ini sangat mungkin berpotensi berbahaya juga jika dikonsumsi oleh manusia terutama pada olahan makanan yang menggunakan udang mentah atau setengah matang. Vibrio parahaemolyticus dapat menyebabkan gastrienteritis pada manusia.

Indonesia masih terbebas dari EMS/AHPND dan terus melakukan pencegahan agar tetap terbebas dari penyakit ini melalui pembentukan tim taskforce pencegahan penyakit AHPND beranggotakan unsur pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan pakan yang dibentuk oleh KKP. Langkah lain yang diambil yaitu dengan memastikan proses pembenihan udang benar-benar aman dari kontaminasi penyakit EMS/AHPND tidak terkecuali dengan menggunakan induk udang yang benar-benar terbebas penyakit.

Referensi

Bondad-Reantaso, M.G. and J.R. Arthur. 2018. FAO Technical Assistance Efforts to Deal with Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) of Cultured Shrimp. Asian Fisheries Science. 31S: 1-14.

Boyd, C.E. and T.Q. Phu. 2018. Environmental Factors and Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) in Shrimp Ponds in Viet Nam: Practices for Reducing Risks. Asian Fisheries Science. 31S: 121-136.

FAO. 2018. AHPND: Acute Hepatopacreatic Necrosis Disease. Asian Fisheries Society.

Hirono, I., S. Tinwongger, Y. Nochiri, and H. Kondo. 2018. Latest Research on Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) of Penaeid Shrimps. SEAFDEC/AQD Institutional Repository (SAIR).

Kawagashi, D. 2018. New Paradigm for Controlling EMS/APHNS in Intensive P. vannamei Boone 1931 Culture Ponds. Asian Fisheries Science. 31S: 182-193.

Karunasagar et al. 1996. Aquaculture 140: 241-245.

Lightner, D.V., T.W. Flegel, and L. Tran. 2014. Disease of Crustaceans: Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). NACA.

Maskur, Taukhid, H.B. Utari, S. Naim, M.S. Hastuti, D. Nugraha, dan Z. Widowati. 2019. Standar Operasional Prosedur Pengendalian AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease). Direktorat Kawasan dan Kesehatan KKP.

Muhammed, S.T. 2018. Surveillance and Animal Health Monitoring – Early Detection of Disease. Asian Fisheries Science. 31S: 194-209.

OIE. 2013. Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease: Aetiology, Epidemiology, Diagnosis Prevention and Control References. OIE Scientific and Technical Department.