Industri akuakultur nasional kini mulai menjadi sektor primadona investasi, khususnya industri udang, mulai dari era udang windu (Penaeus monodon) hingga kini didominasi udang vaname (Litopenaeus vannamei).
Budidaya udang senantiasa berevolusi dan berinovasi, mulai dari masa tambak tradisional, tradisional plus, semi-intensif, intensif, bahkan supra-intensif. Teknologi penunjangnya pun juga terus diperbarui, baik dari konstruksi, instalasi, aerasi, dan sistem atau standar operasional prosedur. Selain itu, terdapat banyak perkembangan aliran budidaya udang, misalnya:
Selang beberapa tahun terakhir, pasar udang dunia masih didominasi Ekuador, India, Vietnam, dan Indonesia yang masih berkutat di posisi ke-4.
Namun, ada kabar gembira dari pemerintah (KKP) yang menargetkan ekspor udang di angka 2 juta MT. Peluang ekspansi dan serapan investasi akan semakin gencar dilakukan, dan berbagai startup akuakultur pun bermunculan di Indonesia, termasuk JALA.
Pengembang atau developer tambak pun semakin banyak meramaikan industri udang dengan mengusung konsep smart farming atau tambak milenial dengan sistem bioflok dan RAS yang mampu mencapai produktivitas hingga 100 ton/ha. Diharapkan, ke depannya Indonesia bisa menguasai industri udang dunia dengan meningkatkan jumlah produksi nasional.
Salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas dari tambak udang intensif hingga super intensif adalah melalui teknologi kolam bundar. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh kolam bundar dibandingkan kolam konvensional, di antaranya:
Kolam bundar dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas budidaya udang Indonesia dan mencapai target ekspor udang 2 juta MT. Dengan berbagai keuntungan seperti penyebaran pakan yang lebih merata, biaya yang terjangkau dan nilai FCR yang lebih rendah, kolam bundar merupakan pilihan tepat bagi petambak intensif hingga super intensif dalam mencapai hasil budidaya yang lebih besar.