Industri Udang

Sektor Penting dalam Industri Udang: Hatchery

Wildan Gayuh Zulfikar
Wildan Gayuh Zulfikar
26 Oktober 2023
the-crucial-sector-in-shrimp-industry-hatchery.jpg

Mengacu pada data dari dataindonesia.id, Indonesia mencatat produksi udang budidaya mencapai 943 ribu ton di tahun 2021. Jika diasumsikan rata-rata udang yang dipanen adalah 20 gram tiap ekornya dan tingkat survival rate (SR) mencapai 80%, setidaknya kita membutuhkan lebih dari 56,5 miliar ekor benih udang setiap tahunnya. Kebutuhan akan benih udang jauh lebih besar jika mengacu pada target produksi 2 juta ton pada 2024.

Benih udang atau benur dihasilkan dari usaha pembenihan (hatchery). Benur dihasilkan dari indukan udang yang kemampuan bertelur tiap ekornya mencapai 100.000 hingga 250.000 telur dalam satu kali bertelur. Sayangnya, tidak semua telur menetas dan tumbuh menjadi nauplii (larva udang) dan tidak semua nauplii dapat bertahan hingga post-larva (benur) yang siap ditebar ke tambak. Rata-rata benur yang dapat bertahan hingga post-larva adalah sekitar 40%. Hatchery yang memproduksi benur dengan hasil SR tinggi cenderung menghasilkan benur dengan performa yang baik saat di budidaya. 

Hatchery akan menopang keberlangsungan budidaya di tambak. Keberadaan hatchery menjadi salah satu kunci penting dalam industri udang. Hatchery yang modern dan berstandar tinggi sangat diperlukan untuk menghasilkan jumlah benur dengan kualitas prima untuk memenuhi kebutuhan budidaya.

Hatchery penentu benur berkualitas

Proses produksi benur

Udang merupakan organisme yang berkembang biak dengan cara bertelur. Indukan udang diperoleh dari penangkapan di alam atau yang berasal dari udang yang telah didomestifikasi. Indukan yang siap bertelur biasanya berumur 1 tahun dan memiliki berat >40 gram. Udang betina masuk pada masa reproduksi efektif pada umur 8-10 bulan. Artinya, pada masa tersebut udang betina akan menghasilkan jumlah telur secara maksimal dan rutin.

Setelah udang betina dibuahi oleh udang jantan dan bertelur, telur tersebut akan menetas setelah 12-18 jam. Proses setelah telur menetas hingga menjadi benur membutuhkan waktu 26-31 hari di hatchery. Telur yang menetas akan menjadi nauplii selama 2 hari, berkembang menjadi zoea selama 4-5 hari, kemudian menjadi mysis selama 3-4 hari. Mysis kemudian berkembang menjadi post-larva (PL) atau yang biasa disebut sebagai benur udang selama 10-15 hari. Benur tersebut yang kemudian ditebar di tambak.

Aspek penting dalam operasional hatchery

Menjaga biosecurity hatchery menjadi fokus utama dalam operasionalnya. Hatchery menjalankan prosedur yang ketat demi menghasilkan benur yang bebas penyakit. Seluruh proses di hatchery membutuhkan penerapan biosecurity yang ketat untuk mencegah kontaminasi patogen.

Hatchery juga memerlukan lokasi yang mendukung karena suplai air bersih dan bebas cemaran industri sangat dibutuhkan. Jika lokasi hatchery tercemar oleh bahan organik yang tinggi atau cemaran limbah industri, proses produksi akan terhambat.

Memiliki indukan berkualitas juga penting bagi hatchery. Diperlukan indukan dengan gen unggul agar menghasilkan benur yang berkualitas. Indukan yang paling krusial adalah indukan yang bebas dari infeksi penyakit. Jika indukan terinfeksi penyakit, penyakit tersebut dapat menurun ke benur yang dihasilkan.

Selain itu, indukan udang juga memerlukan pakan berkualitas agar energi dan nutrisi saat memasuki masa bertelur selalu tersedia. Cumi segar, kerang, dan cacing darah (polychaeta) merupakan pakan berkualitas yang harus disediakan bagi indukan udang.

Tantangan yang dihadapi hatchery

Hatchery harus berada di lokasi dengan suplai air bersih dan bebas cemaran industri maupun aktivitas budidaya lain. Di saat yang sama, lokasi hatchery harus memiliki akses yang memadai dan tidak jauh dari sentra budidaya. Namun pada kenyataannya, kualitas air menjadi tantangan tersendiri apabila hatchery berada di dekat sentra budidaya. Penyakit merupakan masalah utama hatchery yang harus dihindari sejak tahap persiapan sumber air. Sebab, sumber air harus disaring dan disterilisasi dengan benar.

Selain lokasi, aspek indukan juga menjadi tantangan usaha hatchery. Kemandirian indukan berkualitas dalam negeri masih menjadi isu besar dalam sektor usaha hatchery di Indonesia. Untuk menjamin kualitas indukan, beberapa hatchery masih mengandalkan impor indukan dari luar negeri seperti dari Hawaii atau Florida (AS). Indukan udang pada hatchery yang ada di Indonesia saat ini didominasi dari indukan impor dan hasil pengembangan Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan di Karangasem, Bali.

Jarak juga merupakan salah satu tantangan yang masih dihadapi hatchery. Tantangan ini mungkin tidak dialami di wilayah pulau Jawa, tetapi di daerah-daerah lain yang mulai membuka prospek baru untuk tambak udang. Jarak yang jauh akan menambah ongkos distribusi. Diperlukan adanya hatchery di sentra-sentra budidaya baru.

Tantangan di atas dapat diminimalisir dengan peningkatan sarana dan prasarana logistik. Solusi ini juga dapat menjadi jawaban atas kendala distribusi dan transportasi. Persebaran hatchery di beberapa daerah juga dapat menjadi antisipasi. Jika pada daerah tertentu terjadi wabah penyakit, petambak dapat mengandalkan hatchery di daerah lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan petambak

Saat ini sudah banyak hatchery skala rumah tangga. Perlu diwaspadai tidak semua hatchery rumahan memberikan jaminan bebas penyakit pada benur yang dihasilkan. Oleh karena itu, petambak perlu berhati-hati karena benur merupakan salah satu faktor penting dalam suksesnya budidaya.

Benur berkualitas menurut petambak adalah benur yang bebas penyakit. Meski demikian, masih banyak aspek lain yang menentukan. Beberapa di antaranya adalah ukuran fisik yang seragam, aktif, responsif terhadap rangsangan, dan sebagainya.

Baca juga: Benur Berkualitas Awal Sukses Budidaya

Saat memesan benur, pastikan hatchery akan menyertakan sertifikat bebas penyakit dari hasil uji laboratorium. Beberapa perusahaan hatchery biasanya melampirkan sertifikat benur yang dihasilkan oleh QA Lab hatchery yang menjamin benur bebas dari infeksi penyakit atau dikategorikan SPF (specific pathogen-free).

Lebih lagi, sertifikat benur bebas penyakit ini dapat dikategorikan wajib. Oleh karena itu, petambak setidaknya merasa aman bahwa benur tidak membawa potensi penyakit. Meskipun tidak serta merta selama budidaya tidak dapat terinfeksi, petambak harus tetap menerapkan biosecurity ketat.

Terlepas dari berbagai tantangan yang ada, usaha hatchery menjadi salah satu lini bisnis yang menjanjikan di dalam industri udang, melihat kebutuhan yang besar dan potensi kebutuhan yang terus bertambah. Pondasi dasar dari hatchery adalah produksi benur berkualitas yang konsisten. Selain itu, hatchery perlu berada di dekat sentra budidaya udang.

Hatchery perlu menjaga kualitas produk benur karena persaingan di pasar semakin ketat. Untuk menjaga kualitas benur, setiap hatchery memerlukan sertifikasi untuk menjamin standar mutu benur yang dihasilkan yaitu dengan mengantongi CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik).

 

Referensi:
Dugassa, H. And D. G. Gaetan. 2018. Biology of White Leg Shrimp, Penaeus vannamei: Review. World Journal of Fish and Marine Species. 10 (2): 5-17.
FAO. Cultured Aquatic Species Information Programme Penaeus vannamei (Boone, 1931). Fisheries and Aquaculture Department, Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Key pointers for a successful shrimp hatchery | The Fish Site
Peran Sentral Hatchery Udang, Inti Akua | Trobos Aqua.com
Prospek Cerah Industri Hatchery Udang | INFOMINA
Tanpa Benur Tak Ada Udang, Tajuk | Agrina-online.com
Bagikan artikel ini
Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.