Polikultur adalah budidaya dengan berbagai jenis ikan pada tempat dan waktu yang sama, dalam hal ini kombinasi dengan udang dengan beberapa jenis ikan, kerang atau rumput laut. Penerapannya dengan penempatan udang dan ikan di kolam yang sama. Atau budidaya udang dan ikan di kolam yang berbeda dengan sistem aliran air yang sama, yaitu berpindah dari satu kolam ke kolam lain.
Pemilihan jenis ikan yang akan dikombinasikan dengan udang harus memperhatikan tingkatan trofik di rantai makannya. Hal ini untuk menyeimbangkan perannya di rantai makanan tambak dengan udang yang dijadikan sebagai objek utama budidaya. Udang sebagai organisme yang menghabiskan cukup banyak waktu di dasar memakan materi organik di dasar. Ikan nila atau bandeng akan memakan plankton dan organisme krustasea.
Kemudian petambak harus memperhatikan kisaran kualitas air yang sama antara udang dan ikan yang akan dibudidayakan bersamaan. Udang relatif adaptif dengan salinitas, sedangkan ikan nila misalnya, tidak toleran pada salinitas tinggi maka air budidaya diatur pada salinitas yang tidak terlalu tinggi. Waktu tebar ikan harus memperhatikan ukuran udang sudah cukup besar. Ini untuk menghindari udang dimakan oleh ikan.
Polikultur juga dapat memanfaatkan tumbuhan sebagai salah satu objek budidayanya. Hal ini pernah dilakukan oleh BBPBAP Jepara dengan mengkombinasikan udang dengan rumput laut. Tumbuhan akan memanfaatkan unsur hara hasil metabolisme udang untuk pertumbuhannya. Penyerapan unsur hara tersebut juga akan memperbaiki kualitas air. Tetapi yang harus diperhatikan adalah perlu adanya aerator untuk menyuplai oksigen pada malam hari. DO pada malam hari dapat turun drastis karena udang dan rumput laut justru menggunakan oksigen untuk metabolisme.
Sistem polikultur ini dapat disebut juga Integrated Multi-Trophic Aquaculture. Masing-masing spesies yang dibudidayakan tidak menempati status yang sama dalam hal level trofik dan preferensi makan. Penggunaan kerang juga pernah dicoba. Kerang dapat dimanfaatkan menguraikan unsur hara yang mengendap di dasar kolam.
Polikultur adalah sistem budidaya yang masih relatif sederhana atau dengan kata lain sistem ekstensif/tradisional dengan sedikit peningkatan prosedur. Budidaya sistem tradisional masih cukup bergantung pada alam, misalnya pakan alami dan kualitas airnya.
Polikultur udang dengan ikan dapat menekan kerugian akibat penyakit. Ikan nila yang ditumbuhkan bersama udang tidak akan terserang penyakit karena patogen penyebab penyakit biasanya spesifik baik pada udang atau ikan. Ikan bandeng dan nila berpotensi menjadi spesies yang membersihkan air, terutama meminimalisir penyakit. Ikan nila juga akan memakan udang yang mati. Hal ini akan menghindari kanibalisme udang yang menjadi salah satu penyebab tersebarnya penyakit antar udang. Selain itu, vibrio dan kebanyakan bakteri patogen di tambak adalah bakteri gram negatif. Air pada polikultur cenderung didominasi bakteri gram positif (Yi and Fitzsimmons, 2004).
Keterbatasan modal membuat teknik polikultur menjadi salah satu opsi yang dapat diambil petambak tradisional. Keterbatasan pengetahuan menggunakan teknologi baru untuk budidaya sistem intensif juga dapat diatasi penggunaan sistem polikultur yang relatif mudah. Polikultur dapat menurunkan biaya operasi dan meningkatkan keberlanjutan tambak udang. Biaya operasi tambak dapat ditutup adanya panen ikan, pendapatan dari panen udang akan menghasilkan keuntungan.
Polikultur juga dianggap eko-kultural. Karena cukup ramah lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Berikut alasannya:
Penggunaan ikan bisa juga pada kolam tandon atau kolam pengendapan yang ada di tambak. Begitu pula tumbuhan air. Potensi untuk memperbaiki kualitas air secara alami tanpa penggunaan bahan kimia dan biaya lebih. Selain itu, tentu menjadi lebih ramah lingkungan.
Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.