Tips Budidaya

Pantang Mundur Budidaya Udang Indonesia di Tengah Pandemi

Wildan Gayuh Zulfikar
Wildan Gayuh Zulfikar
26 Oktober 2023
ever-give-up-indonesian-shrimp-cultivation-in-the-middle-of-the-pandemic.jpg

Setengah jalan tahun 2021 sudah terlewati. Masih menjadi tahun yang berat bagi siapapun, bahkan bagi seluruh manusia di dunia. Tetapi, kondisi pandemi Covid-19 bukan berarti berdiam diri meratapi keadaan. Kegiatan ekonomi harus terus berjalan, dunia tetap membutuhkan makanan bergizi. Setidaknya itulah semangat petambak udang di Indonesia.

Menuju tahun kedua pandemi, sektor penting yang turut menyumbang devisa negara ini terus menggeliat bahkan mencatatkan prestasi. Udang masih menjadi sektor perikanan budidaya yang diandalkan untuk menggerakkan perekonomian dari level terbawah hingga berkontribusi pada pendapatan negara. Simak analisa singkat dari Kabar Udang berikut tentang setengah jalan 2021 budidaya udang Indonesia.

Dua puncak harga udang, Juni sudah terlewati bersiap untuk September-Oktober

Harga udang di sejumlah daerah terutama sebagian besar daerah di pulau Jawa terpantau relatif stabil dengan kenaikan atau penurunan yang tidak terlalu signifikan. Kenaikan harga terus terjadi sejak awal tahun pada size 100, 70, maupun 30 hingga pertengahan tahun ini. Sempat terjadi penurunan, yaitu tercatat pada pertengahan Februari dan Mei. Mengakhiri Juni hingga pertengahan Juli merupakan catatan harga tertinggi sepanjang tahun 2021.

Berkaca dari yang terjadi pada tahun lalu, Juni memang menjadi salah satu puncak dari harga udang. Memasuki semester kedua biasanya harga akan cenderung turun dan menemui puncaknya lagi saat September hingga Oktober. Hal tersebut berlaku di berbagai wilayah Indonesia (baca Kabar Udang sebelumnya: Tren Harga Udang 2020, Bagaimana 2021?). Harga di pulau Jawa akan relatif lebih tinggi dibandingkan dari daerah Sumatera dan Nusa Tenggara.

Jadi, persiapkan panen dengan pencapaian terbaik dari sisi size, SR, dan FCR agar mendapat margin keuntungan yang maksimal saat harga udang sedang mencapai puncaknya.

Rekor! Justru tercatat saat pandemi

Siapa sangka, Indonesia justru mencatat rekor volume ekspor justru di tengah kondisi pandemi Covid-19. Sebuah kabar baik di tengah bencana.

Amerika Serikat (AS) masih menjadi tujuan utama ekspor udang Indonesia. Rekor tercatat pada bulan Maret, merupakan volume ekspor tertinggi yang pernah dikirim ke AS. Secara umum, ekspor ke AS cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun ini kenaikan tajam ekspor ke AS diperoleh dari naiknya permintaan dari segmen retail yang datang dengan imbas supplier India tidak dapat memenuhi permintaan.

Pada awal tahun 2021 diperkirakan kenaikan ekspor dari Indonesia juga didorong dari terhambatnya produksi udang dari India yang merupakan kontributor utama impor udang di AS. Indonesia mampu memanfaatkan keadaan, tetapi kini perlahan India sudah kembali dan volume ekspor dari Indonesia mulai menurun. Prediksinya, puncak ekspor ke AS biasanya terjadi pada Oktober. 

Destinasi lain, tujuan kedua udang Indonesia yaitu Jepang. Volume ekspor ke Jepang relatif stabil. Selanjutnya masih di kawasan Asia, pasar ekspor menuju China masih sangat fluktuatif. Dampak dari pandemi nampaknya belum benar-benar bisa diatasi, sehingga pasar seafood di China masih belum stabil. Menuju Eropa, volume ekspor ke sejumlah negara di Eropa masih relatif kecil. Namun, secara total menunjukkan stabilitas yang cukup terjaga.

Melansir dari laman Shrimp Insights, tahun 2020 Indonesia mencatatkan kenaikan ekspor yang paling impresif dibanding seluruh produsen udang di Asia. Tercatat data dari BKIPM kenaikan secara volume mencapai 24%. Pada 2020 yang lalu kenaikan ekspor dimulai dari Juni dan mencapai puncaknya saat Septemmber. Rekor terjadi pada bulan Maret saat total ekspor udang Indonesia mencapai 20,5 ribu ton. Sejauh ini jumlah tersebut merupakan catatan terbaik volume ekspor bulanan. Secara perbandingan bulanan, tahun 2021 ini juga mencatatkan adanya pertanda baik kinerja ekspor 2021 bisa melampaui tahun-tahun sebelumnya.

Pasar impor Uni Eropa masih didominasi oleh produsen udang dari Amerika Selatan. Bagi negara-negara di Asia justru terjadi penurunan tren ekspor ke Uni Eropa yang terjadi sejak 2015 hingga 2020 kemarin. Termasuk yang dialami oleh Indonesia. Pasar impor udang di Uni Eropa tidak bisa diremehkan. Tiap tahunnya 230 ribu ton udang masuk ke Uni Eropa, sedangkan 67% disuplai oleh negara-negara dari Amerika Selatan. Permintaan udang dari negara-negara Uni Eropa tercatat selalu mengalami peningkatan. Sebuah kesempatan yang tidak boleh ditinggalkan.

Produksi jalan terus

Masih tertinggal pertanyaan, apakah kenaikan ekspor udang Indonesia sejalan dengan naiknya produksi atau ada faktor lain. Sehingga cukup sulit menerjemahkan dengan pasti kenaikan ekspor ditunjang oleh kenaikan produksi atau terjadi pergeseran proporsi produksi budidaya yang semakin besar untuk ekspor.

Faktanya, memang produksi udang di Indonesia tidak menderita akibat pandemi COVID-19. Meskipun pada awal terjadinya pandemi (Maret 2020) sempat terjadi ketakutan akibat indikasi turunnya permintaan pasar. Berdampak pada jatuhnya harga udang di level petambak. Selain itu, sempat tersebar isu kenaikan harga pakan. Tidak tersedianya data secara pasti tentang jumlah produksi udang Indonesia meninggalkan pertanyaan besar.

Hambatan yang nyata justru datang dari kondisi cuaca dan serangan penyakit. Cuaca di Indonesia cukup labil dan turut berimbas pada kelangsungan budidaya. Sedangkan serangan penyakit cukup masif terjadi pada pertengahan tahun 2020, namun kini petambak sepertinya telah mampu mengendalikannya.

Menurut William van der Pijl dalam laman miliknya (shrimpinsights.com) memberikan masukan pada Indonesia, dalam mewujudkan kenaikan produksi yang dicanangkan pemerintah, pemerintah Indonesia bersama industri perlu melakukan tiga langkah:

  1. Meningkatkan sertifikasi untuk tambak udang
  2. Memprioritaskan dana yang dialokasikan untuk ekspansi tambak udang oleh pemerintah pusat dan daerah
  3. Adopsi teknologi modern dan suplai benur yang berkualitas
  4. Adopsi protokol budidaya udang yang berkelanjutan sebagai prasyarat sertifikasi

Bibit yang berkualitas, ekspansi tambak intensif dan super intensif, biosekuriti, dan budidaya yang berkelanjutan akan mendukung naiknya produksi udang Indonesia.

Covid-19? Kami petambak Indonesia menolak menyerah!

Budidaya udang menunjukkan diri sebagai salah satu sektor bisnis yang terus menggeliat meski di tengah kondisi pandemi. Adanya target kenaikan produksi dan ekspor juga menawarkan sinyal akan terus diberi dukungan regulasi yang pro petambak, perbaikan teknologi produksi, peningkatan daya saing, dan juga perluasan lapangan kerja. Mewujudkan kenaikan sebesar 250% tentu memerlukan lebih banyak lagi lahan budidaya aktif dan kerja yang lebih keras. Sehingga akan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Peningkatan teknologi budidaya juga diperlukan, yaitu dengan melakukan intensifikasi teknologi budidaya.

Kini tantangan utama justru datang dari wabah penyakit yang menyerang udang. Diperlukan solusi komprehensif agar dapat mencegah penyakit atau meminimalisir kerugian saat terjadi penyakit. Monitoring yang ketat, pengecekan kesehatan secara rutin, dan pemberian pakan berkualitas akan menjadi lebih berarti. 

Dalam rangka meningkatkan ekspor, diperlukan juga dukungan dari regulator dalam hal ini pemerintah. Perlu menambah destinasi ekspor. Saat ini sekitar 80% udang Indonesisa diekspor ke AS. Bisa dikatakan kondisi yang kurang baik dari sisi pemasaran karena dapat menimbulkan ketergantungan. Diperlukan perluasan pasar ke negara-negara yang belum tersentuh atau dengan melakukan peningkatan di Uni Eropa misalnya.

Perlu adanya peningkatan daya saing dari sisi produk maupun dorongan stakeholder. Dari sisi produk, pembudidaya di Indonesia perlu memperhatikan produksi udang dengan cara yang terstandarisasi dan terjamin bebas dari penggunaan antibiotik. Kemudian pemerintah maupun pihak swasta perlu mendorong adanya kerja sama ekonomi dengan Uni Eropa salah satunya dengan menawarkan produk udang budidaya Indonesia dengan jaminan suplai dan produk yang berkualitas. Hal tersebut terjadi pada Ekuador yang meningkatkan kerja sama dengan Uni Eropa dan menghasilkan peningkatan volume ekspor.

 

Referensi dan bahan bacaan lanjutan

Willem van der Pijl. 2021. Does Asian Shrimp Have Future EU Market? Shrimp Insights.

Willem van der Pijl. 2020. Indonesia's 2020 Production Most Likely Stable Best Export Significantly. Shrimp Insights. 

Bagikan artikel ini
Ikuti Berita Terbaru JALA

Dapatkan pemberitahuan tips budidaya, update fitur dan layanan, serta aktivitas terkini JALA.