Pada saat fase purnama, biasanya petambak mencemaskan udang yang dibudidaya akan mengalami pergantian kulit (molting) massal. Ternyata terdapat mekanisme biologi yang bisa menjelaskan hubungan antara bulan purnama dengan molting massal pada udang.
Cahaya bulan akan memicu beberapa fungsi fisiologis dan biokimia dalam tubuh udang. Salah satunya berupa peningkatan produksi senyawa tiroid berupa ecdysteron pada hemolimfa udang. Senyawa tersebut berperan besar dalam mengatur pergantian kulit atau eksoskeleton pada udang. Berdasarkan penelitian Rusaini & Owens (2019) terjadi proses molting yang cukup beragam di setiap fase bulan purnama pada udang windu, dimana molting tertinggi saat fase bulan baru (new moon) sebesar 36,96%.
Ketika molting terjadi, udang akan cenderung memuasakan diri dan menggunakan protein dalam tubuhnya guna pembentukan eksoskeleton yang baru dalam kurun waktu beberapa jam. Proses ini sangat riskan, dimana udang akan lebih rentan terhadap perubahan kualitas air, terutama dalam menjaga tekanan osmotik tubuhnya. Apabila dibiarkan akan terjadi osmotic shock berupa penyerapan air yang berlebih pada sel tubuh udang.
Proses dekomposisi parsial eksoskeleton pada proses molting udang sangat merangsang udang lainnya. Cairan yang mengandung senyawa asam amino, enzim, dan senyawa organik lainnya memicu nafsu makan udang yang tidak dalam fase molting maupun setelah molting (post molting), sehingga berpotensi terjadi kanibalisme.
Terjadinya gerhana bulan juga akan meningkatkan aktivitas sel lymphoid organ spheroid (LOS) pada udang. Sel tersebut digunakan udang sebagai sistem imun terhadap penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus (Rusaini & Owens, 2010). Hal ini terjadi mengingat disaat molting udang lebih rentan diserang penyakit dari luar akibat eksoskeleton sebagai pertahanan terluar yang belum sepenuhnya terbentuk.
Untuk mengantisipasi molting yang akan terjadi, berikut tipsnya,